JAKARTA – Masyarakat dikejutkan dengan adanya informasi terkait data kematian Covid-19 Indonesia dihapus. Beragam tanda tanya pun langsung bermunculan dari berbagai pihak, salah satunya dari ahli epidemiologi atau pakar penyakit menular, Dicky Budiman.
Dia menganggap, keputusan pemerintah untuk menghapus data kematian Covid-19 itu salah dan berbahaya. Dalam akun twitternya, @drdickybudiman menjelaskan, bahwa data kematian adalah ukuran vital kesehatan suatu populasi, memberikan informasi pola penyakit yang menyebabkan kematian dari waktu ke waktu.
Jawaban dan Penjelasan Pemerintah
Menanggapi tanda tanya terkait data kematian Covid-19 Indonesia yang dihapus, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi, sebagaimana dikutip dari Merdeka.com menegaskan, pemerintah tidak menghapus angka kematian Covid-19 dari indikator penentuan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Tetapi, dia menjelaskan, data tersebut tidak dipakai sementara waktu sebab ditemukan sejumlah masalah di antaranya adanya penumpukan input data kematian. “Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu,” kata Jodi, Rabu (11/8/2021).
Jodi memaparkan, karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang menimbulkan distorsi dalam penilaian. Sebab itu, kata dia, terjadi distorsi pada analisis. Sehingga sulit untuk menilai perkembangan situasi daerah.
“Banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk, atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat. Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, dia juga mengakui hal serupa terjadi dengan kasus aktif. Kemudian kata dia banyaknya kasus sembuh yang belum dilaporkan. “Terjadi dengan kasus aktif banyak kasus sembuh yang belum terlaporkan,” bebernya.
Saat ini, ungkap Jodi, pemerintah terus mengambil langkah untuk memperbaiki dalam pendataan. Sehingga bisa memastikan data tersebut akurat. Jika data tersebut sudah selesai, Jodi memastikan angka kematian akan dimasukan kembali dalam indikator penentuan PPKM level 1-4.
“Sedang dilakukan clean up data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan diinclude indikator kematian ini jika data sudah rapih. Sementara ini masih kita gunakan lima indikator lain untuk assessment seperti BOR, kasus konfirmasi, perawatan di RS, tracing, testing, dan kondisi sosio ekonomi masyarakat,” ungkapnya.
Tanggapan IDI Terkait Penghapusan Data Kematian Covid-19
Sementara itu, Wakil Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto tak setuju dengan keputusan tersebut. Dia menilai, harusnya data yang diberikan merupakan data harian, bukan akumulatif. “Harusnya yang di-update adalah kematian harian, kematian yang lalu dimasukkan dalam kematian kumulatif (total), bukan data harian,” ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan, seharusnya pemerintah memperbaiki kendala tersebut, bukan menghapus data kematian dari indikator penanganan Covid-19.
“Harusnya diperbaiki, bukan dihapus. Masa dihapus? Karena indikator penanganan Covid-19 hanya dua, angka infeksi dan angka kematian, termasuk angka kesakitan. Jika indikator tersebut dihapus, maka kita tidak memiliki pegangan. Harus diperbaiki salahnya dimana, aturannya diperbaiki,” tegasnya. ***