YOGYAKARTA – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dicanangkan pemerintah untuk meminimalisir penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) nyatanya justru dinilai oleh beberapa pihak dapat mematikan perekonomian masyarakat. Sedikit di antaranya adalah PKL Malioboro.
Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Malioboro itu mengaku tak bisa lagi mendapatkan peghasilan karena pembatasan mobilitas selama PPKM. Akhirnya, para PKL di kawasan tersebut pun mengibarkan bendera putih sebagai simbol kematian dan berkabung.
Diwartakan Suarajogja.id, pada Jumat (30/07/2021) lalu, para PKL sempat memasang puluhan bendera putih di warung serta pagar tanaman sepanjang Malioboro. Namun tak lama kemudian, petugas Satpol PP mencabut bendera-bendera tersebut.
“Kalau kaki lima, terutama kuliner, parah. Sejak Covid-19 belum ada bantuan dari pemerintah,” ujar salah seorang PKL, Dimanto usai mengibarkan bendera putih di Malioboro samping Kompleks Kepatihan, Malioboro, Yogyakarta.
Pria 60 tahun itu mengungkapkan, meski diperbolehkan berdagang selama PPKM Level 4 pada 26 Juli 2021 lalu, dagangannya seperti mie instan, kopi, teh dan gorengan tidak banyak laku terjual.
“Tidak banyak pembeli yang melintas di Malioboro karena akses jalan yang masih banyak ditutup. Kalau pun ada pembeli, hanya beberapa pedagang di sekitarnya yang membeli minuman. Dagangannya tak pernah abis terjual dalam satu hari. Ya penghasilan hari ini hanya cukup untuk membeli dagangan besok,” ujar pedagang yang sudah bejualan selama lebih dari 17 tahun ini.
Hal senada disampaikan Presidium Paguyuban Kawasan Malioboro, Sujarwo. Dia menjelaskan, sejak perpanjangan PPKM Level 4 pada 26 Juli 2021 lalu belum banyak PKL yang berani jualan. Selain kehabisan modal usaha, titik akses Malioboro yang masih disumbat membuat mereka khawatir dagangannya tak laku.
“Padahal saat ini ada lebih dari 3.000 PKL yang menggantungkan nasibnya berjualan di kawasan tersebut. Mereka tersebar di 11 paguyuban. Kami minta akses Malioboro bisa dibuka sepenuhnya sehingga memudahkan pengunjung untuk datang,” tandasnya.
Sujarwo menambahkan, kebijakan toleransi dan relaksasi bagi PKL selama PPKM Level 4 pada kenyataannya juga tidak mengakomodir pedagang lesehan. Kebijakan tersebut membuat mereka hanya boleh berjualan 1,5-2 jam saja sejak buka sore hari karena harus tutup pukul 20.00 WIB.
“Kalau nekat jualan sampai malam pun juga sulit mendapatkan penerangan jalan karena lampu-lampu di Malioboro akan dimatikan setiap malam,” jelasnya.
Sementara Asek 1 Bidang Pemerintahan dan Administrasi Umum Setda DIY, Sumadi mengungkapkan Pemda DIY sebenarnya sudah menyiapkan skema bantuan bagi PKL selama PPKM. Pemda memberikan bantuan melalui koperasi di masing-masing paguyuban.
“Kan teman-teman PKL ada sebagian yang belum masuk di koperasi. Ini mungkin sudah sampaikan yang berkoperasi [bantuan] sudah mereka. Kalau yang ini kan komunitas yang tidak terwadi dalam koperasi. Karenanya masukan baru [PKL] ini akan kami sampaikan ke pimpinan,” imbuhnya. ***